-->

Hot News

Catatan Diskusi Menuju PBB Edisi Kedua di Unasman

By On Kamis, Oktober 29, 2020

Kamis, Oktober 29, 2020

Kegiatan diskusi Menuju Peringatan Bulan Bahasa di Unasman Polewali Mandar. (Foto: Supriadi)

Oleh: Supriadi (Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Unasman)


HIMPUNAN Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (HIMAPBI), Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman) mengadakan kegiatan sebagai penguatan kebahasaan, kesastraan dan kebudayaan dalam bentuk diskusi menuju Peringatan Bulan Bahasa (PBB) untuk menyambut Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober.

Pada kesempatan ini, saya akan mengulas dengan secara sederhana dan singkat pada diskusi yang kedua ini yang dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober. Mengangkat tema Bahasa Mandar sebagai Medium Kesastraan, yang dibawakan oleh Sri Musdikawati salah satu dosen UNASMAN. 

Saya memulai mengulas sedikit muatan kegiatan diskusi tersebut. Apa itu bahasa, sejak kapan bahasa itu ada, mengapa bahasa itu ada, mengapa hanya manusia yang berpotensi untuk menggunakan bahasa? Pertanyaan ini mungkin sebagian orang menganggapnya sepele, tapi sebenarnya ini masalah serius karena itu menyangkut dengan asal muasal manusia. 

Von Schlegel mengatakan bahwa bahasa bisa lahir kapan dan di mana saja, ada bahasa yang lahir dari bunyi-bunyi alam, dari koginisi penggunanya dan lain sebagainya. Tapi dari mana pun asalnya, akal manusialah yang membuatnya sempurna. Sedang Descartes (abad 17) yang disempurnakan oleh Noam Chomsky (abad 20) bahwa manusia sejak lahir telah dilengkapi kemampuan berbahasa. Dengan kata lain, bahasa itu ada dalam diri manusia sejak ia dilahirkan. Dari sini, betapa rumitnya bahasa itu, tak kalah rumit dari hukum matematika Albert Einstein.

Jika ditelisik lebih dalam lagi bahwa bahasa pada umumnya sangat erat kaitannya dengan sastra, sebagaimana yang dikatakan Irwan Syamsir alumni Universitas Mulawarman bahwa sastra tidak boleh LDR dengan bahasa. Dengan kata lain sastra tidak boleh dijauhkan atau dipisahkan dari bahasa, seperti halnya dengan seorang laki-laki dan perempuan yang saling jatuh cinta jika dipisah secara paksa, maka keduanya akan merasa pesakitan.

Sebelumnya dikatakan bahwa bahasa sangat erat kaitannya dengan sastra, maka secara otomatis bahasa Mandar juga erat kaitannya dengan sastra. Jadi, jika kita merujuk pada tema materi yang telah disebutkan sebelumnya, maka bisa disimpulkan bahwa untuk membuat karya yang mengandung unsur keindahan misalnya puisi kita juga bisa menggunakan bahasa Mandar sebagai media untuk membuat karya tersebut. Tapi pada diskusi tersebut, kesastraan tidak terlalu dikupas tuntas, tapi hanya pada persoalan kedudukan bahasa Mandar pada hari ini.

Secara geografis Mandar terbagi atas dua, yaitu Mandar pesisir dan Mandar pegunungan. Maka secara otomatis bahasa Mandar dari wilayah tersebut berbeda dari segi dialek dan strukturnya. Misalnya, wilayah pegunungan Kecamatan Tutar itu punya bahasa yang memiliki perbedaan dari satu huruf saja dengan wilayah Mandar di pesisir, yaitu huruf "H" untuk wilayah pegunungan, sedang wilayah Mandar pesisir itu rata-rata menggunakan huruf "R". Contoh kalimat Mandar pesisir "marrai' karoro' mariri", sedang Mandar pegunungan "mahhai' kahoho' mahihi". Dalam bahasa Indonesia "menjahit terpal kuning". Lalu mengapa mengapa perbedaan tersebut hanya pada satu huruf saja, dan apa yang menyebabkan sehingga berbeda? Sri Musdikawati selaku pemateri pada diskusi tersebut bahwa itu adalah pengaruh geografis atau struktur wilayah. Wilayah pegunungan lebih cenderung punya wilayah yang banyak mendaki, terus penduduk setempat ketika beraktifitas maka secara tidak langsung menggunakan bahasa dengan keadaan capek dan terengah-engah. 

Mengenai dengan keadaan bahasa Mandar pada hari ini bisa dikata sudah hampir punah, karena hanya beberapa wilayah saja yang masih menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari. Jika sudah begitu, siapa yang akan melestarikannya biar tetap eksis dan awet. Sudah barang tentu ini harus ada kerja sama dari berbagai pihak, baik dari akademisi, pemerintah dan warga lokal tua dan muda untuk mengusung tata dan cara untuk tetap mempertahankan identitas kita sebagai penduduk Mandar kedepannya. Mulailah dari masing-masing individu untuk saling meletak rasa perhatian dalam diri untuk tetap menggunakannya dan menyampaikannya kepada sesama terutama pada kaum anak muda, karena mau tidak mau anak mudalah yang punya kendali penuh terhadap bahasa Mandar kedepannya. Bahkan kalau bisa kita perkenalkan ke luar wilayah Mandar. (*)

comments