-->

Hot News

Bagaimana Kondisi Ketenagakerjaan Sulbar saat COVID-19 Belum Berakhir?

By On Minggu, Desember 11, 2022

Minggu, Desember 11, 2022

Oleh: Evi Arianti, SST 
[Statistisi BPS Kabupaten Mamasa]


PANDEMI Covid-19 telah melanda Indonesia selama kurang lebih hampir 3 (tiga) tahun, termasuk di Provinsi Sulawesi Barat. Selama itu, banyak perubahan yang telah diakibatkan oleh adanya pandemi COVID-19 di berbagai aspek penting kehidupan masyarakat, seperti kualitas hidup, kesehatan, perekonomian dan sebagainya.

Salah satu sektor yang paling terdampak yaitu pada ketenagakerjaan. Meskipun dampak yang ditimbulkan saat ini sudah semakin berkurang dibanding awal-awal adanya pandemi, namun perlu menjadi perhatian bersama bahwa pandemi belum berakhir dan masih ada ditengah-tengah kehidupan sehari-hari masyarakat.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat pada bulan November 2022 lalu telah merilis kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Barat berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Agustus 2022. Sakernas sendiri rutin dilaksanakan oleh BPS dua kali dalam satu tahun, tepatnya pada bulan Februari dan Agustus. Tujuan dari survei ini yaitu untuk menyediakan data pokok terkait ketenagakerjaan yang berkesinambungan.

Secara khusus, survei ini bertujuan untuk memeroleh estimasi data jumlah penduduk bekerja dan pengangguran serta untuk memeroleh informasi terkait dampak adanya COVID-19 terhadap ketenagakerjaan. Menurut konsep dan definisi yang digunakan oleh BPS, seseorang disebut bekerja ketika orang tersebut melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh penghasilan/keuntungan atau membantu orang lain untuk memperoleh penghasilan/keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu terakhir, dimana bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan secara berturut-turut dan tidak terputus.

Dari konsep dan definisi tersebut didapatkan sebanyak 731,90 ribu pekerja di Sulawesi Barat. Angka ini jika dibandingkan dengan kondisi Agustus tahun 2021 sudah meningkat sebanyak 45,36 ribu orang atau sekitar 6,61 persen. Dari 731,90 ribu pekerja di Sulawesi Barat, sekitar 50,24 persen bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Kemudian jika berdasarkan status pekerjaan utama terdapat sebanyak 26,98 persen berstatus berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar. Selanjutnya jika berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 49,20 persen pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pekerja adalah SD ke bawah (meliputi tidak pernah bersekolah dan tidak tamat SD).

Namun satu karakteristik terakhir menunjukkan penurunan bagi kondisi pekerjaan di Sulawesi Barat, sebanyak 50,85 persen pekerja digolongkan sebagai pekerja penuh. Artinya, mereka bekerja selama minimal 35 jam per minggu. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan tahun 2020 (52,69 persen) dan tahun 2021 (51,13 persen).

Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu dampak yang ditimbulkan karena pandemi COVID-19 yaitu adanya pengurangan jam kerja bagi para pekerja. Pengurangan jam kerja tersebut secara langsung mengakibatkan upah yang diterima oleh pegawai juga semakin berkurang mengikuti jumlah jam kerja yang dilakukan, begitu pula sebaliknya. Ketika jumlah jam kerja yang dilakukan oleh pekerja semakin meningkat, maka upah yang diterima pun semakin banyak. Oleh karena itu, dengan semakin berkurangnya jumlah pekerja penuh saat ini bisa dianggap sebagai salah satu tanda belum baiknya kondisi ekonomi di Sulawesi Barat.

Selain jumlah dan karakteristik penduduk yang bekerja, BPS Provinsi Sulawesi Barat juga merilis indikator terkait pengangguran. Pada Agustus 2022, jumlah pengangguran di Sulawesi Barat adalah sebanyak 17,55 ribu orang. Angka ini sudah menurun sekitar 4,66 persen dibanding Agustus 2021, yaitu sebanyak 22,21 ribu orang pengangguran. 

Indikator berikutnya yaitu Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja. Semakin tinggi nilai indikator ini maka semakin banyak pasokan tenaga kerja yang tidak termanfaatkan. Sehingga indikator ini dapat memberikan sinyal terkait kinerja pasar kerja dan berlangsungnya kondisi ekonomi tertentu, seperti resesi, perubahan siklus bisnis dan teknologi, dan lain-lain.

TPT hasil Sakernas Agustus 2022 di Sulawesi Barat adalah sebesar 2,34 persen. Angka ini berarti terdapat sekitar 2 sampai 3 orang penganggur di setiap 100 orang angkatan kerja. Jika dilihat menurut karakteristiknya, nilai TPT laki-laki (2,55 persen) relatif tidak berbeda secara signifikan dengan nilai TPT perempuan (2,03 persen). Namun jika menurut daerah tempat tinggal, nilai TPT perkotaan (4,33 persen) dua kali lebih tinggi dibanding nilai TPT perdesaan (1,85 persen).

Seyogyanya lapangan pekerjaan di perkotaan lebih banyak dibanding dengan di perdesaan, namun penyerapan tenaga kerjanya ternyata justru lebih rendah dibanding dengan di perdesaan. Jika disandingkan dengan data jumlah pekerja menurut sektor memang di Sulawesi Barat ada 50,24 persen bekerja di sektor pertanian/perkebunan/kehutanan, dimana sektor tersebut lebih banyak terdapat di perdesaan dibanding di wilayah perkotaan. Selain itu, di perkotaan bisa dikatakan cenderung lebih susah mendapatkan pekerjaan karena persaingan yang lebih ketat dibandingkan dengan pekerjaan yang ada di wilayah perdesaan.

Angka TPT Agustus 2022 sebesar 2,34 persen mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka  TPT Agustus 2021 yaitu sebesar 3,13 persen. Hal ini sejalan dengan membaiknya perekonomian Sulawesi Barat yang yang ditunjukkan dengan tumbuhnya perekonomian pada triwulan III tahun 2022 yaitu sebesar 3,39 persen jika dibandingkan dengan triwulan III tahun 2021.

Meskipun angka pengangguran turun, hal ini tidak menjadikan masalah ketenagakerjaan di Sulawesi Barat selesai dan tidak lagi menjadi isu ekonomi sosial di tengah masyarakat. Mengapa demikian? Karena meskipun angka pengangguran turun atau berkurang, namun masih banyak peduduk yang sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak. 

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat dan khususnya pemerintah provinsi Sulawesi Barat agar dapat mewujudkan masyarakat yang lebih sehjahtera dengan menurunkan jumlah pengangguran. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan  menciptakan lapangan usaha yang potensial di Sulawesi Barat di masa mendatang agar para pengusaha bisa fokus membuka/mengembangkan lapangan usaha di sektor tersebut sehingga penduduk memiliki pekerjaan dan penghasilan yang layak. (*)

comments