Demianus Tarra *) |
Bahwa menikmati alam kemerdekaan memang sepatutnya diisi dengan kerja nyata yang berguna baik diri sendiri terlebih orang lain. Jika banyak orang hanya sekedar mempertentangkan setiap masalah sosial yang ada tanpa kerja maka dapat dikatakan diskusi itu hanya sekedar diatas meja sehingga sudah sepatutnya hal itu diubah bahwa memberikan kontribusi terhadap bangsa yang kita cintai ini perlu ditunjang dari kesadaran setiap profesi atau pekerjaan yang kita tekuni.
Jika menjadi petani maka sepatutnya berpikir bagaimana berkontribusi melalui peningkatan produksi sektor pertanian. Semangat pahlawan juga perlu diteruskan dalam mengisi kemerdekaan sehingga benar-benar kita mampu mandiri secara ekonomi sebagai yang sering di dengungkan oleh Bung Karno.
Mengorganisasikan petani memang bukanlah hal yang mudah dimana semakin tahun keseriusan warga dalam bertani mulai merosot. Tantangan utama bagi petani yakni, permasalahan modal, bibit, pupuk dan tenaga kerja. Semua itu bisa diatasi jika dilakukan secara berkelompok sehingga melalui tagline Kelompok Sahabat Petani yang kami rintis di Desa Mellangkena Padang, Kecamatan Sespa, Kabupaten Mamasa yakni "Sebar Virus Bertani" merupakan suatu ungkapan bahwa masalah tani harus diselesaikan secara bersama-sama.
Hal tersebut mulai membuahkan hasil dimana dari budi-daya tanaman kentang yang dikembangkan kelompok dengan modal sekitar Rp 40 juta mampu menghasilkan panen 20 ton atau setara Rp 160 juta. Hal ini memang mengagetkan para petani dikampung lantaran dominan warga masih bertani secara tradisional dan setelah dikelola secara modern hasilnya cukup lumayan hingga beberapa desa juga mulai mengembangkan hal yang sama.
Kondisi tersebut sekedar gambaran pentingnya masalah dituntaskan secara bersama-sama guna memudahkan setiap kendala. Setelah tumbuh semangat masyarakat dalam mengelola tanah maka hal itu perlu ditunjang oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD agar setiap penyaluran bantuan-bantuan alat pertanian dan sejumlah fasilitas lainnya benar-benar tepat sasaran ke kelompok tani sebab selama beberapa tahun terakhir dominan hasil bantuan-bantuan Pemerintah kurang efektif manfaatnya di masyarakat.
Selain persoalan diatas, cara berpikir masyarakat juga sering menjadi faktor utama sehingga kurangnya minat bertani lantaran malu disebut petani. Seharusnya kita tidak perlu gengsi menjadi petani apalagi di Mamasa atau Sulbar pada umumnya masih banyak lahan tidur yang bisa di manfaatkan dan juga memberikan keuntungan yang cukup menjanjikan jika dikelola secara modern. Beberapa negara-negara besar di Asia seperti Cina, Jepang justru para petani memiliki taraf hidup yang lebih tinggi daripada pekerjaan lainnya lantaran sumber daya manusia mereka dalam mengelola tanah semakin maju.
Hal ini menjadi dasar kajian Sahabat Petani sehingga terus Latif melakukan pelatihan dengan bekerjasama beberapa pihak seperti Duta Fram Indonesia, Dinas Pertanian Mamasa , CV.Karya Mutiara untuk pemasaran agar memudahkan petani dalam berinovasi dan berkreasi. Melalui kerjasama tersebut maka Sahabat Petani bertekad menjadikan Mamasa sebagai sentra tanaman holtikultura.
*) Penulis adalah Penggerak Tani Swadaya Kab. Mamasa.