-->

Hot News

Aliansi Masyarakat Balanipa Tuntut Plt Direktur RSUD Polewali Dicopot

By On Jumat, Juni 26, 2020

Jumat, Juni 26, 2020

Aliansi Masyarakat Balanipa saat menggelar aksi unjuk rasa di Desa Lamasariang, Kecamatan Balanipa, Polman. (Foto: Istimewa/masalembo.com)


BALANIPA, MASALEMBO.COM - Sejumlah warga menamakan diri Aliansi Masyarakat Balanipa menggelar aksi unjuk rasa, Jumat (26/6/2020) pagi di Jl. Trans Sulawesi Desa Lamasariang, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar.

Aksi demo tersebut menyoroti pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Polewali, Kabupaten Polewali Mandar. Para pengunjuk rasa mengutuk tindakan pihak RSUD Polewali terhadap seorang pasien melahirkan. Pengunjuk rasa menuding, pihak RSUD tidak memberi layanan dengan baik hingga mengakibatkan bayi dalam rahim pasien tersebut tidak tertolong.

Koordinator Aksi, Galih, dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi masalembo.com, Jumat siang mengatakan, bayi yang ada dalam kandungan warga Lamasariang itu tidak tertolong lantaran terlalu lama di rumah sakit tanpa tindakan cepat dari dokter.

"Tindakan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Polewali membiarkan pasien yang telah menetap selama dua hari dan telah menandatangani surat pernyataan kesediaan untuk operasi, justru dioper ke Rumah Sakit Regional Mamuju," ujar Galih.

Atas peristiwa ini, Galih menyampaikan tuntutan agar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD Polewali dicopot dari jabatannya. Selain itu, mereka juga meminta DPRD Polman melakukan evaluasi kinerja pihak rumah sakit serta mengusut kasus tersebut secara hukum.

Menurut Galih, pihak rumah sakit melanggar Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Ia juga menyebut pihak RSUD Polewali mengabaikan UU No.44 Tentang Rumah Sakit, dimana pada pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecatatan lebih lanjut.

Sementara itu, Plt Direktur RSUD Polewali, dokter Andi Emy Purnama Natsir yang dikonfirmasi awak masalembo.com menjelaskan, pasien masuk ke RSUD Polewali dengan kehamilan 42 minggu. Emy menyebut, kondisi itu sudah lewat bulan. Dikatakan, pasien masuk Rumah Sakit dengan kondisi medis tekanan darah tinggi dan ketuban pecah sejak selasa pukul 5 sore. Ia masuk ke RSUD dini hari pukul 02.00 pada Rabu (24/6/2020) 

Dokter Emy menjelaskan, beberapa jam di Rumah Sakit, proses kelahiran tidak maju karena tidak ada his, nyeri perut atau kontraksi. Akibatnya pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi. "Saat akan dioperasi, syarat masuk ICU RSUD Polewali melakukan rapid test terlebih dahulu untuk keamanan petugas dan pasien di sekitarnya," terang Andi Emy.

Setelah dilakukan rapid tes, hasilnya ternyata reaktif sehingga harus dilanjutkan dengan swab tes. "Hasil juga menunjukkan ibu positif terpapar Covid 19," ujarnya.

Plt Direktur RSUD Polewali lebih jauh menjelaskan, bahwa lantaran kamar operasi di RSUD belum memenuhi standar untuk dilakukan operasi pasien kasus Covid-19 maka dianjurkan untuk dirujuk. Hal itu juga disebabkan karena dokter spesialis anestesi yang bertugas saat itu menolak melakukan tindakan kepada pasien yang terindikasi Covid di ruang operasi yang tidak memenuhi standar.

"Sudah dihubungi dokter spesialis anestesi yang lain, tapi satunya berada di luar kota, satunya lagi  menemani suami yang terbaring sakit di Rumah Sakit," terang putri wakil bupati Polman ini.

Akhirnya, kata Emy, pasien harus dirujuk namun beberapa Rumah Sakit yang dihubungi seperti RS Wahidin dan RS Parepare tak bersedia menerima sebab alasan kamar isolasi juga penuh. Setelah membahas kondisi pasien dengan beberapa dokter spesialis maka diputuskan untuk merujuk ke RS Regional Mamuju sebagai RS rujukan Covid yang ditunjuk oleh Kemenkes RI.

Emy menjelaskan, pasien dirujuk ke RS Regional Mamuju walaupun jawaban sisrute dari sana belum ada. Mereka tetap merujuk dengan alasan kondisi darurat dan RS Regional seharusnya mampu melayani sebagai RS rujukan Covid Sulbar. "Tetapi sampai di RS Regional Mamuju kondisinya sama saja karena belum tersedia kamar operasi yang memenuhi standar Covid, maka akhirnya pasien dikembalikan ke RS Polewali," terangnya.

Sesampai di RS Polewali pasien terpaksa dioperasi walaupun kamar operasi tidak sesuai standar. Operasi dengan personil tim yang berbeda. Konsekuensi kata Emy, kamar operasi ponek saat ini terpaksa ditutup sementara karena harus disterilkan terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke kamar operasi sentral. 

"Ibu selamat namun bayi saat lahir sudah tidak menangis, dokter anak melakukan resusitasi jantung paru kurang lebih 1 jam namun bayi tidak dapat tertolong," pungkas Emy. (*)

Laporan: Tim Masalembo.com
Editor: Harmegi Amin

comments