Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI) dan Kritikus.
DESAS desus Cawapres Pilihan Anies Baswedan adalah Cak Imin lengkapnya Muhaimin Iskandar. Dugaan kasus Durian itu menjadi triger politik para pihak yang anggap Cak Imin terlibat. Di dorong oleh kelemahan KPK yang mudah dipakai untuk menghukum lawan.
Menilai Cak Imin sangat berani menentukan sikap. Betapa licinnya dalam scroll situasi politik dan membaca arah politik kekuatan massa Nahdliyin. Tentu, Cak Imin sudah menghitung jalan strategisnya.
Disayangkan, KPK sebagai lembaga pembersih korupsi yang independen tak memerlukan waktu lama merespon duet Anies-Cak Imin. Deputi direktur penindakan KPK langsung respon akan memeriksa Cak Imin. Tentu terheran-heran. Mengapa KPK bekerja sesuai pesanan kekuasaan.
Mestinya, KPK bekerja professional dalam menegakan hukum tanpa ada kontrol dari pihak manapun. Sangat disayangkan tentunya. KPK harus bekerja dalam diam menindak kezaliman dan menegakan keadilan hukum.
Publik juga curiga, direct massage politik perpindahan koalisi PKB yang menerima pinangan Nasdem merupakan babak baru jegal-menjegal Anies Baswedan. Rasa curiga itu bertambah ketika Cak Imin berada dalam poros lingkaran Istana.
Publik juga menilai, babak demi babak Anies Baswedan sudah melewati tantangan yang berat. Mengapa Anies menerima musuh dalam selimut? Publik sedang bertanya-tanya: "ada apa."
Jawabannya, kemungkinan ada dua hal, yakni pertama, KPK dan Kejagung dalam menghadapi pilpres ini, tak perlu ada upaya penegakan hukum terhadap Capres dan Cawapres yang terlibat masalah dugaan korupsi. Kedua, pertemuan Surya Paloh dan Presiden Jokowi bisa jadi ada deal-deal yang membiarkan Anies Baswedan melenggang maju.
Presiden Jokowi pasti sudah menghitung segala sesuatunya. Termasuk perbandingan kekuatan dan kemenangan antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto pada putaran kedua nanti.
Presiden Jokowi, bisa jadi kurang akurat dengan prediksi Prabowo Subianto yang menang dalam pilpres 2024 nanti. Padahal, bisa terbalik. Anies Baswedan melaju kencang. Bisa juga, di lihat sebagai test case kekuatan pasangan Anies-Cak Imin. Kalau kuat pada akhir Oktober nanti. Maka bisa jadi Cak Imin dikeluarkan Sprindik atas kasusnya itu. Walaupun, kejaksaan menolak, KPK berlanjut.
Contoh kasus, ingat ya, kasus calon kapolri dulu? menjelang pelantikan Kapolri dikeluarkan Buku Merah sebagai catatan atas rekening gendut oleh KPK. Akhirnya, tak bisa dilantik. Padahal sudah Fit and Propertest di DPR dan menyetujui jadi Kapolri. Satu langkah lagi dilantik oleh Presiden. Akhirnya, calon kapolri tersebut melakukan gugatan Praperadilan yang keputusannya batal status tersangka.
KPK jangan sampai bekerja seperti ini. Kasian pejabat - pejabat calon yang tulus mengabdi kepada negara diperlakukan seperti itu. Apa bedanya, Capres, Cawapres, Calon Kapolri dan/atau Calon kepala lembaga apapun. Sama pentingnya. Kalau dilakukan seperti itu, sangat zalim, tidak benar dan nirjustice. KPK harus bekerja dalam diam. Tanpa intervensi siapapun.
Konteks Capres-Cawapres Anies Baswedan-Cak Imin, jangan diperlakukan tidak adil. Biarkan saja bertarung penuh tanggungjawab agar sirkulasi demokrasi ini berjalan apa adanya. Kalau situasi memaksa Cak Imin harus turun sprindiknya, demi jegal Anies Baswedan. Maka sebaiknya Anies harus menyiapkan cawapres pengganti mulai dari sekarang.
Bagaimana kalau Cak Imin dan PKB benar-benar disprindikkan? Jawabannya, PKB tetap bisa berada dalam Koalisi Perubahan dan Perbaikan (KPP). Kesepakatan koalisi tetap bisa jalan. Hanya pribadi Cak Imin yang di duga tersandung. Bukan lembaga partainya. Namun, berharap tidak terjadi akal bulus seperti ini. Mau jadi apa bangsa dan negara kalau manajemen politik demi balas dendam.
Katakan terjadi peristiwa memalukan itu, Anies Baswedan bisa menyiapkan Cawapres cadangan sebelum pendaftaran ke KPU. Saat sudah mendaftar ke KPU pun masih bisa berganti cawapres, asalkan belum resmi sebagai kontestan pilpres 2024. Selagi belum ada penetapan rapat pleno KPU menetapkan pasangan. Maka bisa berganti pasangan Capres-Cawapres.
Jadi, kekhawatiran Publik dan pendukung Anies Baswedan jangan berlebihan. Sekarang, bisa menyiapkan cadangan Cawapres dari nama-nama yang beredar seperti Khofifah, Gatot Nurmantyo, Yenni Wahid, AHY, Ahmad Heryawan, TGB, Ganjar Pranowo dan lainnya. Andaikata terjadi kejorokan politik lawan seperti itu. Tentu, koalisinya tetap Nasdem, Partai Ummat, PKB, PKS, dan bahkan bisa bertambah Perindo maupun PDIP. (*)