-->

Hot News

Kesetaraan Gender, Mendorong Peran Perempuan dalam Pembangunan

By On Rabu, Juli 29, 2020

Rabu, Juli 29, 2020

Evi Arianti, SST 
(Statistisi BPS Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat)


PEREMPUAN adalah sumber daya manusia yang jumlahnya besar dan memiliki potensi yang tinggi dalam kaitannya sebagai subyek dan obyek pembangunan. Sebagai bagian terbesar dari sumber daya manusia, perempuan memiliki peran strategis dalam kehidupan.

Peran penting tersebut tercermin dalam segala aspek kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat bahkan negara. Dalam berbagai kajian telah banyak dipaparkan bahwa perempuan adalah agent of development sebagai aset bangsa yang potensial, dan perannya sebagai kontributor sangat dibutuhkan dalam pembangunan bangsa.

Meskipun saat ini upaya untuk meningkatkan peran dan kualitas perempuan dalam pembangunan telah banyak dikembangkan, akan tetapi kesenjangan gender masih terjadi di berbagai lini bagi perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Paradigma perempuan yang masih dianggap sebagai figuran sedikit banyak memengaruhi peran perempuan kala berkiprah di lingkungannya.

Pembangunan gender atau pembangunan yang berhubungan dengan gender (gender development atau gender related development), ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan.

Untuk mengevaluasi hasil pembangunan dari perspektif gender digunakan beberapa indikator, diantaranya adalah Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Angka IPG menggambarkan kesenjangan atau gap pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Sementara, IDG mengukur kesetaraan dalam partisipasi politik dan pemberdayaan gender dalam bidang ekonomi.

BPS mencatat angka IPG di Sulawesi Barat pada 2018 sebesar 90,05 persen dengan kata lain kesetaraan antara laki-laki dan perempuan masih terdapat gap walaupun tidak terlalu mencolok. 

Sementara itu, IDG di Sulawesi Barat pada 2018 sebesar 71,95 persen. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat pemberdayaan perempuan dalam dunia politik dan ekonomi masih jauh dari harapan. Padahal, pembangunan manusia yang dilakukan diarahkan dan ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan jenis kelamin tertentu.

Meskipun, pada kenyataannya perempuan senantiasa tertinggal dalam pencapaian kualitas hidup. Ketertinggalan ini disebabkan oleh berbagai persoalan pelik yang seringkali saling berkaitan antara satu dengan lainnya.

Persoalan paling penting yang menghalangi upaya peningkatan kualitas hidup perempuan adalah pendekatan pembangunan yang mengabaikan isu tentang kesetaraan dan keadilan gender.

Kesetaraan gender, atau kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, mengacu pada kesetaraan hak, tanggung jawab, kesempatan, perlakuan dan penilaian atas perempuan dan laki-laki dalam kehidupan maupun di tempat kerja.

Salah satu indikator pengukuran kesetaraan gender adalah rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki di Sulawesi Barat pada 2018 adalah 7,66 tahun sedangkan penduduk perempuan 7,28 tahun.
 
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa di Sulawesi Barat tidak ada ketimpangan gender di bidang pendidikan. Karena jika dilihat dari rata-rata lama sekolah penduduk perempuan hampir sama dengan rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki.

Hal tersebut merupakan bukti kemajuan penyetaraan gender terutama di bidang pendidikan di Sulawesi Barat. Di sini dapat kita lihat bahwa masyarakat Sulawesi Barat sudah tidak membedakan lagi hak untuk perempuan dan laki-laki dalam memperoleh pendidikan yang layak.

Dalam dunia politik, ketimpangan gender tampak dari keterwakilan perempuan dalam parlemen. Proporsi perempuan di kursi DPRD Tingkat I jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan proporsi laki-laki.

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa keikutsertaan perempuan dalam parlemen di Sulawesi Barat pada tahun 2018 hanya 17,78 persen. Angka ini masih berada di bawah target penelitian target penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan bahwa jumlah minimum 30 persen perempuan di parlemen memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga-lembaga publik.

Tidak tercapainya target proposi jumlah perempuan di parlemen Sulawesi Barat diharapkan dalam pengambilan keputusan lebih memihak kepada kepentingan perempuan. Anggota parlemen perempuan harus bekerja dan berupaya lebih keras meningkatkan kapasitas mereka dalam memengaruhi keputusan-keputusan politik yang menjamin hak-hak perempuan dan masyarakat. Oleh sebab itu, perempuan yang akan terjun ke dunia politik harus mempersiapkan diri dengan kapasitas dan kompetensi agar mampu bersaing dengan laki-laki di parlemen. Kaum perempuan harus aktif dalam kepengurusan partai politik sebagai langkah awal pembekalan peningkatan kapasitas dan kompetensi dalam berpolitik.

Dalam aspek ketenagakerjaan, proporsi perempuan sebagai tenaga profesional sebesar 52,52 persen, artinya, masih banyak perempuan yang tidak bekerja sebagai tenaga profesional bahkan masih banyak perempuan yang tidak bekerja.

Masih rendahnya peran perempuan dalam dunia kerja tidak lepas dari budaya patriarki di negara kita, yang menganggap bahwa bekerja adalah tugas laki-laki sedangkan perempuan cukup berkutat pada masalah sumur, dapur dan kasur. (*)








comments