-->

Hot News

Ini Tanggapan AJI Mandar Atas Kekerasan Jurnalis di Ambon

By On Senin, April 02, 2018

Senin, April 02, 2018

NASIONAL, MASALEMBO.COM — Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis kembali terjadi, Kamis 29 Maret 2018, di sebuah warung kopi di Kota Ambon, Maluku.

Kali ini pelakunya, ironisnya, adalah calon gubernur Maluku petahana, Said Assagaff, dan para pendukungnya. Ini adalah kasus penghalang-halangan ketiga terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya, di tahun 2018 ini.

Kasus ini bermula saat Said, pukul 16.30 Wita, berada di warung kopi Lela. Saat itu sang calon gubernur bersama Sekretaris Daerah Maluku Hamin Bin Taher, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Ismail Usehamu, Kepala Dinas Pendidikan Saleh Thio, dan staf ahli Gubernur Maluku Husen Marasabessy, tim sukses Abu Bakar Marasabessy, dan beberapa pengurus partai politik pendukungnya.

Pada saat itu jurnalis Harian Rakyat Maluku, Sam Hatuina, duduk berada di dekat lokasi tempat calon gubernur bersama para teman-temannya itu. Melihat ada calon gubernur bersama para pendukungnya dan ditemani oleh pejabat aktif di pemerintah Provinsi Maluku, Sam memotret calon gubernur memakai kamera telpon genggamnya.

Para pendukungnya tak senang dengan tindakan Sam dan memintanya menghapus foto yang diambilnya. Permintaan yang sama juga disampaikan Said dengan nada mengancam. 

Merasa tersudut, Sam menyerahkan telpon genggamnya kepada orang-orang suruhan Said. Karena HP-nya dalam keadaan terkunci, orang-orang itu datang kembali ke arah Sam dengan emosi dan minta agar Sam memberitahu kata kuncinya.

Saat itu Abdul Karim Angkotasan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon yang juga jurnalis Harian Rakyat Maluku, berada tak jauh dari sana. Melihat keadaan itu, Karim memperingatkan agar tak mengintimidasi jurnalis. Pendukung Said tak terima dan mendatangi Karim. Jurnalis lain yang ada di sana, termasuk Sam, mencoba menghadang. Pada saat itulah anggota tim sukses Said, Abu Bakar Marasabessy, menampar Karim dua kali.

Usai penamparan itu, Said dan teman-temannya pergi. Karim dan jurnalis Ambon lainnya mempersoalkan kekerasan ini dengan melaporkannya ke polisi dengan dua laporan, yaitu penganiayaan dan upaya menglang-halangi kerja jurnalis.

Atas kejadian tersebut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan sikap:

1. Mengecam keras sikap Calon Gubernur Maluku Said Assagaf yang mengintimidasi jurnalis yang sedang menjalankan profesinya. Mengambil foto seorang pejabat publik di tempat umum, termasuk yang masih berstatus calon, adalah hak jurnalis yang dilindungi oleh Undang Undang, khususnya pasal 4 Undang Undang Pers. Setiap upaya untuk menghalang-halangi kerja jurnalis bisa dijerat dengan pasal 18 Undang Undang Pers, yang pidananya bisa sampai 2 tahun penjara.

2. Mendesak polisi untuk memproses kasus penamparan terhadap Abdul Karim. Penamparan ini adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap jurnalis yang itu harus diproses secara pidana. Sebab, yang dilakukan Karim saat itu adalah melakukan pembelaan terhadap hak jurnalis yang diintimidasi oleh para pendukung calon gubernur.

3. Menghimbau para calon kepala daerah dan para pendukungnya untuk menghormati jurnalis yang sedang menjalankan profesinya. Sebab, upaya jurnalis mencari fakta dilindungi oleh Undang-Undang Pers dan setiap upaya untuk menghalang-halanginya merupakan tindak pidana yang bisa diproses hukum.

4. Memberikan dukungan penuh kepada jurnalis di Ambon untuk tidak takut terhadap upaya intimidasi yang dilakukan oleh siapapun dalam menjalankan tugasnya, termasuk dari calon kepala daerah dan para pendukungnya. Saat jurnalis melakukan tugasnya, itu merupakan bagian dari pelaksanaan amanat pasal 3 Undang-Undang pers, yaitu sebagai fungsi kontrol sosial.

Sementara itu, Ketua AJI Kota Mandar Muhammad Ridwan Alimuddin menilai, calon gubernur itu tidak sepantasnya berlaku demikian. Ia mengaggap pemukulan itu sangat tidak mencerminkan sikap bijak seorang pemimpin. 

"Kenapa juga marah dan sampai memukul, apalagi seorang tokoh politik yang sedang ikut proses Pilkada. Meski bukan calon gubernur itu yang memukul melainkan anak buahnya, itu bisa memberi gambaran betapa si calon tersebut tidak ada upaya atau tindakan untuk mencegah tindakan kekerasan itu. Pada gilirannya, jika jadi gubernur, diragukan komitmen kepemimpinannya dan sikapnya dalam berdemokrasi," ujar Ridwan, Minggu (1/4).

Menurutnya, pemukulan yang dialami dua jurnalis itu masih lebih terhormat dibanding jika mereka berakrab ria dengan pejabat atau calon pejabat yang bisa mempengaruhi sikap imparsialnya sebagai jurnalis.

"Intinya kan bagaimana jurnalis bisa tetap independen. Jadi kira-kira pilih mana dipukul tapi independen atau akrab dengan pejabat tapi terpengaruh independensinya. Idealnya sih akrab tapi tetap independen meski secara psikologis agak susah. Makanya seorang jurnalis harus tetap ada jarak dengan narasumber atau calon narasumber yang berpotensi mempengaruhi independesi dan sikap tak memihak (imparsial)," paparnya. (rilis AJI Indo/ tfk) 


comments