-->

Hot News

Ketika Nikmat Followers Jadi Candu

By On Kamis, Mei 21, 2020

Kamis, Mei 21, 2020

*Nurannisa Lumanto

Media sosial memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Media sosial termasuk situs jejaring sosial memberikan peluang yang sangat besar bagi penggunanya untuk tetap berhubungan dengan teman-teman lama, rekan kerja dan pasangan. Medsos juga membantu orang-orang di seluruh dunia untuk membuat pertemanan baru, saling berbagi isi atau konten seperti gambar, vlog dan lain sebagainya.

Meski hidup di dunia nyata, namun rasanya zaman kini separuh kehidupan masyarakat bergantung pada kehidupan mereka di media sosial. Banyak waktu yang digunakan utnuk berinteraksi di medsos bahkan seringkali jauh ebih banyak dari pada interaksi di dunia nyata.

Lon Safko seorang penulis terkenal asal Amerika mengatakan, media sosial ialah media yang kita gunakan untuk menjadi sosial. Jika dikaitkan dengan kondisi sekarang ini, media sosial yang semakin memudahkan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Mayoritas masyarakat kita memang sangat up to date terhadap perkembangan yang terjadi. Entah itu di dunia nyata, maupun yang ada di dunia maya. Namun, bermedos bukan tak punya dampak. Salah satu dampak banyaknya aktifitas di media sosial yaitu banyak orang yang berlomba-lomba untuk menjadi populer. Mereka berlomba lomba mencari banyak followers, likers, dan subcribe. Kebahagian mereka seolah jika followers dan like datang ke postingan mereka. Itu akan membuat mereka menjadi kecanduan akan hal tersebut. Dalam hal ini mereka tidak peduli dampaknya yang penting viral dan menjadi perbincangan netizen.
Mereka rela bentindak konyol, bodoh demi klik dari netizen, bahkan ada diantara mereka mempertontonkan aksi yang dianggap konyol atau bodoh untuk mendapatkan perhatian publik.

Ada juga yang alih-alih terkenal karena postingannya, justru banjir hujatan dan komen negatif. Seperti seorang influencer asal Amerika yang melakukan hal di luar dugaan. Ia mengajak netizen menjilat dudukan kloset pesawat dan membangikannya lewat Tiktok. Dalam videonya sembilan detik yang diberi captioan ‘coronavirus challenge’ itu, ia terlihat menjauhkan rambutnya dari pinggir kloset, kemudian tanpa ragu menjilat dudukan kloset sambil memandang kearah kamera. Berkat video yang ia unggah itu dia mengaku sukses mendapatkan Rp60 juta. Namun akibatnya kelakuannya itu kini ia masuk daftar hitam yang membuatnya tidak diizinkan untuk naik maskapai penerbangan yang sama.

Dari kejadian itu kita merasa menyayangkan, masih banyak orang yang mempertontonkan aksi konyol atau bodoh. Yang penting merasa senang karena postingannya viral, seakan tidak peduli kepopulerannya penuh hujatan yang terpenting ia terkenal. Tentu, ada banyak keuntungan finansial apabila bisa jadi popular di media sosial. Hingga munculah sebuah ungkapan “Stop Making Stupid People Famous." Ungkapan ini berupa ajakan untuk berhenti membuat orang-orang bodoh menjadi terkenal. Berpikir dengan cerdas, jangan dukung mereka yang hanya melakukan kebodohan dan pembodohan demi mengejar keuntungan semata.

Terakgir, jika ada banyak orang semacam ini terkenal, ia akan jadi ‘inspirasi‘ orang lain untuk membuat kebodohan yang sama. Lalu, apa yang terjadi jika generasi muda Indonesia berlomba-lomba dalam membuat “kebodohan” seperti itu? Sungguh miris! Maka dari itu berhentilah memberi ruang bagi virus kebodohan. Marilah kita bersama-sama memajukan bangsa kita dengan generasi-generasi penerus yang cerdas. (**)

*Penulis adalah mahasiswa Universitas Negeri Makassar


comments