-->

Hot News

Pro Kontra Kebijakan Relaksasi Kredit Buat UMKM di Masa Pandemi. Adakah Dirugikan?

By On Senin, Juni 22, 2020

Senin, Juni 22, 2020

Bayu Indriyanto *)


Di masa pandemi wabah Covid 19, tentunya banyak pihak yang dirugikan mulai dari masyarakat kalangan atas sampai bawah. Perekonomian dunia terpantau mengalami slowdown atau kemunduran termasuk Indonesia. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia turun dari yang sebelumnya 5,34 % menjadi 2,3% sampai -0,4% di level paling berat.
Tentunya dalam menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah menyiapkan berbagai kebijakan stimulus terhadap pihak-pihak yang terdampak.  

UMKM dan pekerja informal adalah salah satu pihak yang paling terdampak dalam masa pandemi ini, mengingat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan karantina wilayah membuat kegiatan jual beli UMKM terganggu bahkan ada yang harus off sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Sehingga, penghasilan mereka menurun dari hari biasanya. Selain itu, pembayaran cicilan dan kredit juga akan mecet. Padahal mereka masih harus melanjutkan kehidupan dan membiayai kebutuhan keluarga sehari hari.

Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keungan (OJK) telah menerbitkan kebijakan terkait relaksasi kredit yang dituangkan dalam POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Kebijakan ditujukkan kepada bank agar melakukan relaksasi dan/atau restruktrurisasi kepada pihak pihak yang berhak. Salah satunya adalah UMKM yang terdampak wabah pandemi covid 19. 

Tetapi dalam pelaksanannya masih didapatai masalah, diantaranya adalah adanya pro dan kontra antara lembaga keuangan/perbankan dan pelaku usaha. 

Sebenarnya tujuan dari diterbitkannya POJK No. 11/POJK.03/2020 adalah baik, intinya untuk membantu pelaku usaha yang terdampak dan stabilitas perekonomian. Kebijakan pemerintah berupa penilaian kualitas kredit atau pembiayaan dan penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga untuk kredit sampai Rp 10 miliar ini sangatlah tepat, karena dapat mengurangi dampak merosotnya kinerja dan kapasitas debitur akibat wabah virus Corona yang bisa meningkatkan resiko kredit bermasalah. 

Menurut Presiden Jokowi, dalam penanganan virus Corona, dunia usaha harus dijaga, utamanya usaha mikro, kecil, dan menengah agar tetap beroperasi dan mampu menjaga penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu pemerintah memberikan keringanan kredit bagi para pekerja informal, baik ojek online, sopir taksi, dan pelaku UMKM termasuk nelayan dengan penghasilan harian, dengan kredit di bawah Rp 10 miliar.

Selain itu, dari sisi perbankan juga berpeluang memiliki pergerakan yang lebih luas sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debiturnya. Karena dalam mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur. Begitu dalam konteks ini kebijakan pemerintah terkait penerbitan dinilai sangat solutif, tanpa merugikan pihak tertentu. Beberapa dari lembaga perbankkan yang merespon baik adanya kebijakan relaksasi kredit ini, diantaranya:

1. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 

Bank mandiri langsung mengeluarkan kebijakan penundaan cicilan kredit untuk para debitur, terutama pelaku UMKM. Ini termasuk bagi nelayan hingga pengemudi ojek online. Langkah ini diambil untuk mendukung para pelaku perekonomian terkhusus nasabah kami yang memerlukan perhatian dengan segera dan menyambut kegelisahan para mitra bank mandiri.

2. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

BNI juga menyatakan akan merestrukturisasi kredit para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terkena dampak pandemi virus Corona. Adapun debitur yang dimaksud, yakni debitur yang sulit memenuhi kewajiban kepada bank karena terdampak pada sektor ekonomi, antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan. Rincian kebijakan ini Pertama, perpanjangan jangka waktu kredit. Kedua, perpanjangan masa tenggang. Ketiga, keringanan tarif bunga pinjaman dan atau provisi. Keempat, penurunan suku bunga. PT Bank Negara Indonesia.

3. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)

BRI memberikan kemudahan bagi para pelaku UMKM dengan plafon paling banyak Rp 10 miliar yang usahanya terdampak virus corona berupa relaksasi penetapan kualitas kredit berdasarkan ketepatan pembayaran angsuran. BRI memberikan kemudahan bagi debitur yang terdampak virus corona melalui berbagai skema restrukturisasi. Di antara skema itu adalah penyesuaian suku bunga pinjaman, pengurangan tunggakan bunga dan atau denda atau penalti, serta perpanjangan jangka waktu pinjaman (rescheduling). BRI juga memiliki skema restrukturisasi khusus bagi debitur mikro yang usahanya menurun akibat virus corona. Selian itu BRI juga menyiapkan pula skema restrukturisasi bagi debitur yang menikmati fasilitas Kredit Konsumer BRI. Yakni (debitur) Kredit Pemilikan Properti (KPP) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). 

Berdasarkan data monitoring OJK per 10 Mei 2020, untuk industri perbankan terdapat 88 bank yang telah merealisasikan kebijakan restrukturisasi, dengan 3,88 juta debitur dengan nilai Rp 336,97 triliun. Sebagian besar merupakan kredit UMKM sebesar Rp 167,1 triliun dari 3,42 juta debitur. 

Tetapi ada juga bank swasta yang merasa adanya relaksasi ini akan memeberatkan, khususnya yang bermodal terbatas. Mengingat 3 bank tadi adalah bank plat merah yang notabene diberikan perlakuan khusus oleh negara. Bank swasta yang memiliki modal terbatas ini akan terusik dengan adanya kebijakan ini, bisa jadi NPL (Non performing Loan) bank akan meningkat, yang artinya peluang gagal bayar kredit lebih besar. Mengingat pada awal tahun 2020 jumlah kredit UMKM meningkat sebesar 8,25% (yoy) diiring dengan kenaikan NPL sebesar 3,81% (yoy).

Selain itu, disisi pelaku usaha juga merasakan beberapa masalah terkait pelaksanaan kebijakan ini di lapangan, masih ada pelaku usaha khusunya UMKM atau pekerja informal yang gagal mendapatkan akses keringanan kredit pemerintah ini karena tidak semua perbankan menerapkan kebijakan ini dengan maksimal. Masih ada nasaba yang ingin mendapatkan keringanan kredit tapi malah mendapatkan beban pinjaman yang lebih. 

Dikutip dari komentar masyarakat  di twitter OJK beberapa waktu lalu dengan sedikit penyesuaian “cuma lip service ini OJK, gak pernah cek lsg ke lapangan, saya mengajukan relaksasi ke salah satu perusahaan multifinance eh malah ketambahan bunga dan administrasi, cicilan 4 jt/bulan akhirnya jd 6 jt/bulan, ini yang namanya relaksasi? Gimana pak @jokowi bukan penundaan ini namanya” cuit akun @bimo_sety.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, stimulus yang diberikan pemerintah kepada pelaku UMKM terkait dampak virus corona merupakan berita baik. Namun, kata dia, eksekusi stimulus yang diberikan pemerintah tersebut belum berjalan baik di lapangan atau di tingkat bawah. Katanya untuk industri keuangan bank dan non-bank, apakah itu hanya perbankan saja atau tidak tau termasuk leasing .Karena sejauh ini masih banyak leasing yang melakukan penagihan ke rumah-rumah. Parahnya lagi pada hari Kamis (18/6/2020) lalu terjadi baku hantam di Suranbaya antara debt collector dan driver ojol terkait masalah relaksasi kredit.
Terkait dengan permasalahan yang ada di lapangan, pemerintah diharapkan dapat merespon dengan cepat apa yang diresahkan dan dikeluhkan oleh pelaku usaha ataupun lembaga keuangan/bank yang merasa dirugikan.

* Penulis adalah Mahasiswa PKN STAN

Referensi
https://jeo.kompas.com/relaksasi-kredit-di-tengah-wabah-corona-apa-betul-bikin-rileks
https://finansial.bisnis.com/read/20200422/90/1230788/pro-kontra-keringanan-kredit-dari-kacamata-pelaku-umkm-dan-bankir
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200511131152-17-157593/per-10-mei-restrukturisasi-kredit-bank-sudah-tembus-rp-337-t




comments