-->

Hot News

SMAN 1 Sumenep Memungut Jutaan Rupiah dari PPDB, Benarkah Melanggar Aturan?

By On Minggu, Agustus 16, 2020

Minggu, Agustus 16, 2020


Foto: Kepala Sekolah SMAN 1 Sumenep

Pewarta: Thofu


SUMENEP,  MASALEMBO.COM - Pemungutan biaya bagi sekolah salah satunya terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020, yang dilakukan Oleh SMAN 1 Sumemep menuai polemik dan didugi pungli,  bagaimana secara aturan PPDB ini? . Jum'at (14/08/2020).

Dilihat didalam peraturan yang dikeluarkan menteri pemdidikan dan kebudayaan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 ada larangan pemungutan biaya bagi peserta didik baru melalui sistem PPDB, hal itu di atur dengan sangat jelas didalam, Pasal 21 Ayat 2 berbunyi disebutkan “Pelaksanaan PPDB pada Sekolah yang menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak boleh memungut biaya".

Selain itu juga rincian larangan tersebut diatur secara jelas dalam peraturan kemendikbud tersebut seperti yang terdapat pada Pasal 21 Ayat 3 yang berbunyi ”Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut: Melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB maupun perpindahan peserta didik dan melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB".

Namun aturan yang dibikin kemendikbud tersebut seakan tidak di indahkan oleh pihak sekolah,  Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sumenep. Bagaimana tidak, di SMAN 1 Sumenep untuk PPDB 2020 ini, siswa atau orang tua wali dikenakan biaya uang senilai jutaan rupiah. 

Praktek PPDB ini dapat dibuktikan dari selembaran kertas  berupa kwitansi, yang diterima  dan sejumlah media dari se orang wali murid yang lendaftarkan anaknya di SMAN 1 sumenep didalamnya Tertera, kwitansi tersebut dikeluarkan melalui Koperasi Pegawai Republik Indonesia Harapan Mekar "KPRI Harapan Mekar" dengan rincian keuangan untuk seragam dan atribut sekolah yang terdiri dari sembilan item katagori diantaranya. Dengan total Rp.1.497.500 untuk Putra dan Rp.1.572.500 khusus Putri.

Dengan yang menyetujui, Kepala SMAN 1 Sumenep, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Sumenep, Ketua KPRI Harapan Mekar dan Ketua Komite.

"Biaya itu tanpa adanya rapat dan kesepakatan bersama dengan wali murid. Cuma diumumkan kepada siswa saja yang itu pun melalui WhatsApp," terang salah satu narasumber wali murid dari peserta didik baru dengan menunjukkan bukti selembaran dari rincian keuangan dan kwitansi pembayaran.

Narasumber ini juga mengaku, dalam pembayarannya itu seakan ada paksaan karena harus sesuai dengan yang sudah ditentukan. Dan ketika telat dalam pembayaran terdapat sanksi yang diberikan yang diterima oleh peserta didik baru tersebut.

"Sanksinya dianggap mengundurkan diri. Anehnya ketika sudah melakukan pembayaran, siswa tidak langsung menerima seragam dan atribut sekolah sesuai dari rincian sejumlah item yang disebutkan itu. Tapi harus menunggu sekitar dua mingguan dari pembayaran," jelasnya.

Narasumber juga mengaku, seragam dengan kain sama yang dijual oleh SMAN 1 Sumenep harganya cukup tinggi dibandingkan di tempat lain.

"Sehingga bisa dikatakan dijadikan kesempatan untuk lahan bisnis mencari untung besar. Apalagi setelah pembayaran barang tidak langsung diberikan harus nunggu lama, sekitar setengah bulan," ungkapnya, seraya menyatakan terkait harga seragam sudah melakukan perbandingan dengan kain yang sama.

Sementara Kepala SMAN 1 Sumenep, Sukarman saat dikonfirmasi bersama sejumlah awak media terkait hal tersebut, berdalih bukan kewajiban.

"Itu sebenarnya sifatnya istilahnya bukan merupakan kewajiban, jadi orang tua (Wali murid_red) itu bolehlah mau membeli diluar monggo boleh," ucapnya, Kamis (13/8/2020).

Jadi sifatnya menurut sukaraman tidak ada, istilahnya penekanan itu, semuanya tidak ada.

"Jadi prinsip saya begini, setiap pimpinan punya kebijakan tersendiri, punya gaya style yang berbeda, punya kebijakan yang berbeda, kan begitu," kilahnya.

Ketika disinggung terkait adanya konsekuensi bagi yang tidak membayar dengan dianggap mengundurkan diri, Kepala SMAN 1 Sumenep menampik bahwa itu tidak ada.

"Nggak. Nggak ada istilah itu," kata Sukarman.

Saat ditanya terkait adanya regulasi tentang pelarangan pemungutan biaya PPDB bagi sekolah sesuai yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, Kepala SMAN 1 Sumenep berpendapat, bahwa juga ada Permendikbud yang lain. Tapi tidak menjelaskan Permendikbud yang lain yang dimaksud tersebut.

"Saya rasa terkait Permendikbud yang disampaikan itu, kan juga ada Permendikbud yang lain. Jadi biaya pendidikan itu kan tidak hanya semata-mata itu semuanya dari pemerintah. Kan juga dari partisipasi masyarakat. Jadi pada intinya saya dalam hal PPDB disini tidak ada istilah-istilah penekanan," katanya.

Sementara disinggung apa biaya PPDB yang ditentukan oleh SMAN 1 Sumenep sudah melalui kesepakatan wali murid/orang tua siswa, mengaku bahwa tidak melalui adanya kesepakatan.

"Tidak (Dengan melalui kesepakatan_red). Edaran saja," terang Sukarman, Kepala SMAN 1 Sumenep. 

Untuk jumlah siswa baru atau peserta didik baru tahun 2020 di SMAN 1 Semenep yang diterima disebutkan ada sebanyak 359. (*)

comments