-->

Hot News

Kisah Pilu Pasutri Usia Lanjut Tinggal di Gubuk Reot Dalam Hutan

By On Rabu, Januari 12, 2022

Rabu, Januari 12, 2022

Kallotong (80) dan istrinya Mulia (70) yang mengalami kebutaan tinggal di gubuk reot dalam hutan. [Ist/Rahmah]


POLEWALI, MASALEMBO.COM - Sepasang suami istri (pasutri) berusia lanjut di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat hidup memprihatinkan di tengah kawasan hutan di Desa Arabua, Kecamatan Tubbi Taramanu (Tutar).

Sehari-hari, Kalllotong (80) dan Mulia (70), pasutri itu, harus bertahan hidup dalam belitan kemiskinan dan tinggal di gubuk reot berukuran sekira 3x4 meter. Nyaris ambruk kondisi gubuk mereka itu.

Tinggal di kawasan hutan yang cukup jauh dari pemukiman warga diputuskan dengan harapan dapat memperbaiki kondisi hidup. Namun sayang, takdir berkata lain, ia masih saja tak mampu hidup layak seperti masyarakat pada umumnya. 
 
“Sudah lebih 20 tahun tinggal di sini, sejak tahun 1998. Kami memilih tinggal di sini karena kita pergi cari penghidupan, tapi ternyata kondisi kami tidak banyak berubah hingga seperti sekarang ini,” ujar Kallotong kepada wartawan yang berkunjung, Rabu (5/1/2022) siang.
 
Pasutri lansia ini sebenarnya memiliki sepetak lahan. Ditanami kakao dan ubi kayu sebagai tumpuan utama untuk penuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sayangnya, sejak beberapa tahun buah kakao yang ditanam kerap diserang hama tikus. Pun demikian dengan tanaman ubi yang justru menjadi sasaran babi hutan. 
 
Kallotong yang sudah renta, mengaku tidak dapat lagi berbuat banyak untuk mengantisipasi serangan kedua hama itu. Dia hanya dapat pasrah, lantaran tenaganya tidak sekuat dulu lagi.
 
“Mau bagaimana lagi, saya hanya bisa pasrah. Buah kakao yang ada habis dimakan tikus, tanaman ubi juga selalu diserang hama babi,” ungkapnya lirih.
 
Beruntung, sejak masa pandemi COVID-19, Kallotong terdaftar sebagai penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Uang tersebut hanya dipakai untuk membeli beras untuk mengisi perut, serta solar sebagai bahan bakar pelita di rumahnya saat malam hari.
 
“Untung ada dana BLT yang pakai untuk beli beras, dan solar untuk pelita kalau malam. Terkadang kami hanya makan nasi tanpa lauk, karena tidak ada ikan. Kalaupun ada lauk, paling hanya sayur daun ubi,” terang Kallotong sembari menghela nafas.
 
Beban hidup yang dipikul Kallotong kian berat, lantaran harus mengambil seluruh peran dalam rumah tangga, termasuk memasak, membersihkan, hingga mengurus gubuk reot yang ditempatinya. Sudah tiga tahun lamanya, sang istri Mulia menderita kebutaan pada kedua matanya.
 
“Sudah tiga tahun dia (Mulia) buta pada kedua matanya. Tidak pernah diperiksakan ke dokter karena tidak uang,” tutur Kallotong.
 
Agar memudahkan Mulia ketika hendak turun dari rumah, Kallotong membuat pegangan dari bambu dan memasang papan kayu di tanah. Papan yang diletakkan di tanah, menjadi petunjuk bagi Mulia saat melangkahkan kaki.
 
Karena harus menjalani hidup di rumah reot yang nyaris ambruk, membuat pasutri malang ini kerap dihantui rasa takut. Pasalnya, rumah mereka terancam roboh, sebagian tiangnya patah karena lapuk. 
 
Sering kali Kallotong harus menguras sisa tenaganya, memikul kayu berukuran besar, untuk menopang tiang rumah dan kayu penyangga lantai yang sudah patah.
 
Tidak jarang keduanya juga harus menghabiskan malam dalam kondisi basah kuyup, lantaran sebagian atap rumahnya sudah bocor.
 
Kallotong dan Mulia sebenarnya memiliki tiga orang anak. Kedua anak wanitanya sudah berkeluarga dan tinggal di tempat lain. Sementara seorang anak lelakinya, sudah lama merantau di Malaysia.
 
Diakui, salah satu anak sudah sering kali meminta agar keduanya meninggalkan gubuk reot tersebut. Baik Kallotong dan Mulia menolak, lantaran merasa gubuk reot yang ditempatinya menyimpan banyak kenangan. Apalagi anak yang memintanya untuk pindah juga dalam kondisi pas-pasan.
 
“Kami tidak mau tinggalkan tempat ini, kami juga tidak punya tempat tinggal lain. Anak saya sudah sering meminta pindah, tapi kami kasihan, kondisi mereka juga susah,” terangnya.
 
Kendati harus menjalani hidup dalam kondisi memprihatinkan akibat belitan kemiskinan, Kallotong dan Mulia tetap merasa bersyukur. Dalam setiap sujudnya, keduanya selalu berdoa, meminta kepada Tuhan agar senantiasa memberi kekuatan menjalani cobaan hidup diusia senja. (*)

Penulis: Rahmah
Editor: Redaksi Masalembo.com

comments